Ada kabar terbaru dan mengerikan bahwa menurut penelitian para ahli, populasi dunia sudah mencapai 7 miliar pada bulan Oktober ini dan diperkirakan akan meningkat menjadi lebih dari 10 miliar pada tahun 2050. Pertumbuhan penduduk yang tak terkendali ini akan berdampak pada perubahan iklim karena meningkatnya kebutuhan sumber daya global dan aktivitas manusia itu sendiri. Penyebab dan dampak perubahan iklim ini sudah pernah saya angkat di artikel sebelumnya, berhubungan dengan tema yang diangkat WHO pada Hari Kesehatan Dunia tahun 2008 lalu.
Pertumbuhan populasi ini akan membebani sumber daya global. Sumber daya alam seperti bahan makanan, air, dan hutan akan habis pada tingkat yang mengkhawatirkan, memicu kelaparan, konflik, kerusuhan sosial, dan kepunahan spesies. Menurut Direktur di University College London’s institute for human health and performance, Hugh Montgomery, “Kita kehilangan tiga spesies tiap satu jam,” seperti dikutip dari Health24.
Yang lebih mengerikan adalah penyebaran vektor pembawa penyakit menular akibat perubahan iklim akan meningkat dan melanda daerah-daerah non endemis seperti nyamuk penyebar malaria, demam berdarah dengue, lalat penyebar pes. Mereka dengan bebasnya terbang dan hidup di daerah baru yang mulai kondusif untuk berkembangbiak.
Tambahan 21 juta jiwa orang di China untuk lingkup dunia dan tambahan jutaan jiwa atau besarnya urbanisasi di lingkup kecil Jakarta, akan berisiko menyebabkan pemanasan global yang meningkatkan banjir dan memungkinkan siput air pembawa penyakit serta tikus penyebar leptospira menjelajahi daerah-daerah yang baru. Belum lagi munculnya berbagai penyakit akibat perubahan gaya hidup yang seenaknya, seperti merokok (bahkan sekarang merokok sudah dilakukan sejak usia dini), minum alkohol, buang sampah sembarangan, makanan junk food, dan sebagainya.
Efek kesehatan tersebut tidak hanya akan dirasakan di Afrika atau Asia, namun Eropa juga akan merasakan akibatnya.
“Masalah akibat konsumsi yang berlebihan di negara-negara berpendapatan tinggi telah menghasilkan hutang ekologis dan keuangan. Risiko terbesar bagi kesehatan manusia dari meningkatnya penggunaan bahan bakar fosil adalah penyakit jantung, stroke dan kanker” kata Ian Roberts, profesor London School of Hygiene dan Tropical Medicine.
“Eropa juga berisiko terkena gelombang panas, banjir, dan penyakit menular lainnya karena pergeseran hama mengarah ke garis lintang utara. Faktanya adalah, ada banyak bukti bahwa penyakit bergerak ke utara,” kata Sari Kovats, penulis laporan Intergovernmental Panel on Climate Change’s (IPCC) mengenai Eropa.
Tak hanya manusia saja yang berisiko, spesies hewan dan tumbuhan juga terancam punah, karena menghadapi banyak tekanan akibat masalah yang ditimbulkan oleh perubahan iklim.
Dalam sejarah bumi, sudah terjadi lima kali kepunahan massal. Namun, kepunahan yang akan dihadapi kali ini 10.000 kali lipat lebih cepat dibanding tingkat kepunahan sebelumnya.
Kenyataan ini menggugah kerjasama lintas sektoral dan lintas program berbagai institusi khususnya di Indonesia, seperti Kementerian Kesehatan, Kementerian Pertanian, BMKG, dan sebagainya. Namun diharapkan kerjasamanya juga dengan masyarakat agar selalu waspada pada setiap perubahan cuaca ekstrim dan selalu melakukan respon cepat untuk mencegah dan menanggulangi efek perubahan iklim. Beberapa caranya kita dapat melakukan langkah sederhana seperti yang dibahas dalam artikel A-Z Untuk Mengurangi Dampak Perubahan Iklim.
Akhirnya, marilah kita jaga, kita lestarikan, kita cegah kepunahan dan kerusakan bumi kita seisinya dari dampak perubahan iklim.
iklim berubah berguna untuk menyeleksi makhluk mana saja yang masih boleh survive dan makhluk mana saja yang ngga lolos kualifikasi hehehe
tapi manusia unik, kemampuan berevelusi secara sosial
::> Postingan terakhir jarwadi … Khotbah Jum’at: Laksanakan Perintah -Nya
makasih infonya yah
::> Postingan terakhir xamthone … XAMthone – jus Kulit Manggis yang ajaib