Selain osteoporosis yang merupakan penyebab kematian nomor tiga di Indonesia, maka penyakit jantung dan pembuluh darah (kardiovaskuler) masih menjadi salah satu penyebab kematian utama. Di Indonesia, angka kematian yang disebabkan penyakit jantung dan penyakit degeneratif lainnya terus meningkat, sedangkan yang disebabkan oleh penyakit menular menurun.
Seiring dengan kemajuan ekonomi dan perubahan gaya hidup, penyakit tidak menular, baik karena degenerasi atau kerusakan sel, kelainan sistem tubuh, atau kanker, mulai banyak ditemukan. Gangguan kesehatan ini banyak dipicu kebiasaan buruk seperti merokok, mengonsumsi alkohol, atau minimnya aktivitas fisik.
Serangan jantung terjadi akibat tersumbatnya pembuluh darah. Seperti diketahui, pembuluh darah ibarat saluran air. Jika kotoran menumpuk, aliran air akan mampet dan terjadi penyumbatan. Pada pembuluh darah, “kotoran” berupa lemak-terutama kolesterol dan trigliserida-dapat menyumbat peredaran darah. Itu sebabnya, kolesterol kerap disebut-sebut sebagai “biang keladi” penyakit jantung dan pembuluh darah.
Kolesterol sebenarnya dibutuhkan tubuh untuk membuat hormon dan vitamin D, serta merupakan bagian asam empedu yang memecah lemak dalam sistem pencernaan. Kebutuhan kolesterol tubuh dicukupi oleh hati. Namun, jika mengomsumsi makanan lemak jenuh berkadar tinggi, hati akan memproduksi kolesterol lebih banyak lagi, sehingga pasokannya menjadi berlebihan.
Kolesterol yang berlebihan dan tak digunakan akan berkeliaran di dalam darah. Ada dua jenis kolesterol yaitu “kolesterol buruk” (LDL) dan “kolesterol baik” (HDL). Dikatakan buruk karena kolesterol ini mengendap di dinding pembuluh darah dan membentuk plak. Endapan yang bertumpuk selama bertahun-tahun inilah yang akan menimbulkan penyumbatan di pembuluh darah.
Faktor Pemicu
Karena berhubungan dengan konsumsi lemak, tak heran jika pola makan yang tidak sehat dan seimbang menjadi salah satu faktor pemicu penyakit jantung dan pembuluh darah. Konsumsi makanan yang sarat lemak jenuh dan miskin kolesterol sangat beresiko menimbulkan penyakit jantung koroner. Repotnya, lebih dari sekadar urusan perut, konsumsi makanan sarat lemak tersebut berkaitan dengan “gaya hidup modern” yang serba instan.
Merokok merupakan faktor pemicu lain yang tak kurang berbahaya. Angka kematian perokok yang mengalami penyakit jantung lebih tinggi ketimbang yang disebabkan kanker paru. Tak pelak, benda yang jika dibakar asapnya mengandung sekitar 4.000 bahan kimia-sebagian diantaranya jelas-jelas bersifat karsinogenik-harus dijauhi mereka yang tak ingin terserang penyakit jantung.
Gaya hidup yang minim aktivitas fisik kini mulai melanda orang-orang di kota besar. Lift dan eskalator membuat kaki mereka tidak lagi perlu naik-turun tangga, sementara itu duduk nyaman di belakang kemudi lebih menjadi pilihan ketimbang “menghabiskan sol sepatu” dengan berjalan kaki. Namun, kenyamanan itu harus dibayar risiko penyakit jantung.
Lalu, apa yang harus dilakukan ?
Mencegah dan mengobati
Tentu saja sedapat mungkin menghindari faktor pemicu penyakit jantung dan pembuluh darah. Hal itu bukan berarti tidak boleh makan yang mengandung kolesterol. Namun, diet yang diterapkan harus sehat dan seimbang.
Demikian pula, usahakan untuk berolahraga secara teruatur. Aktivitas fisik yang dianjurkan juga bukan sembarang, tetapi jenis aerobik dan dilakukan minimal 48 jam sekali. Setiap orang-terutama yang memiliki tingkat kolesterol tinggi-dianjurkan untuk berolahraga minimal 30 menit setiap hari.
Dalam mencegah maupun mengobati penyakit jantung juga dibutuhkan kepatuhan (compliance) pasien. Kerap kali, ketidak tahuan atau kurangnya pemahaman pasien menjadi sebab ketidak patuhan. Misalnya saja untuk pencegahan, dapat dibagi dua yaitu pencegahan primer (bagi yang belum pernah sakit) dan pencegahan sekunder (bagi yang sudah pernah sakit). Biasanya, mereka yang sudah pernah mengalami serangan jantung lebih patuh ketimbang yang belum pernah.
Selain itu yang terpenting juga adalah melakukan deteksi dini sehingga risiko serangan jantung bisa diminimalkan. Pemeriksaan kesehatan (medical check-up) rutin memang masih jarang dilakukan atas inisiatif sendiri. Padahal, mengetahui kemungkinan terjadinya penyakit jantung lebih dini dapat meminimalkan risiko dan juga biaya yang harus dihadapi di kemudian hari.
Dewasa ini teknik-teknik diagnosis penyakit jantung sudah semakin canggih. Selain yang sudah lazim dikenal seperti elektrokardiogram (EKG), uji latih jantung menggunakan treadmill, ekokardiogram (USG jantung), holter monitoring, kini sudah tersedia pula teknik diagnosis tanpa perlukaan (non invasif) menggunakan multi slice computed tomography (MSCT-scan) dan magnetic resonance imaging (MRI) jantung.
Untuk terapi efektif, bersambung ke artikel berikutnya…
Artikelnya jelas dan berkah untuk orang awam.
Semoga Allah SAW melimpahkan berkah kepada anda dan keluarga anda.
Amiiin…Terima kasih atas kunjungan Anda.