Sejak tahun 1966, tanggal 1 Juni selalu diperingati sebagai Hari Kesaktian Pancasila. Pancasila yang menjadi lambang negara Indonesia sudah terbukti tahan terhadap goncangan ideologi komunis saat itu. Dengan Pancasila juga Indonesia mampu mempersatukan bangsa yang tercerai berai karena “saking” majemuknya, banyak sekali perbedaannya, baik dalam hal suku, agama, ras, bahasa, budaya, dan sebagainya. Pancasila sudah terbukti “sakti mandraguna” menjalin persatuan dan kesatuan bangsa di seluruh nusantara.
Namun suatu hal terjadi pada tanggal 1 Juni 2008 di bawah Monumen Nasional (Monas), hal yang jelas mencoreng moreng muka bangsa yang sedang bersemangat menyerukan hak-hak asasi manusia, yang sedang berusaha kembali mempersatukan bangsa yang nyaris putus asa, nyaris tercerai berai akibat gejolak perekonomian yang gonjang-ganjing, berusaha menghibur bangsa yang sedang bingung karena ungkapan “besok aku makan apa?” dengan bagi-bagi “lumpsum gratis” BLT. Aksi kebrutalan massa yang beratribut FPI (Front Pembela Islam) terhadap serombongan massa yang menamakan diri Aliansi Kebangsaan untuk Kebebasan Beragama dan Berkeyakinan (AKKBB), membuat semua hati bangsa ini miris dan masygul. Mengapa hal ini perlu terjadi? Justru terjadi pada saat kita baru saja memperingati seabad kebangkitan nasional, dan pada saat kita memperingati betapa saktinya Pancasila. Apakah ini berarti olok-olok sekelompok orang yang memperolok bangsanya sendiri? Atau apakah Pancasila sudah tidak sakti lagi, sehingga segala perbedaan diartikan sebagai bencana?
Entah siapa yang benar siapa yang salah, banyak penafsiran dari kedua sisi yang berbeda, baik dari pihak AKKBB atau FPI. Yang jelas ada oknum dibalik aksi kekerasan ini yang mencoba mengail di air keruh, dan berhasil.
Isu yang dihembuskan terutama mengenai sikap pemerintah yang tidak tegas dan terlalu lama untuk mengambil keputusan terhadap aliran Ahmadiyah. Dari pihak FPI mensinyalir bahwa aksi yang akan digelar oleh AKKBB saat itu diikuti juga oleh beberapa tokoh elit politik yang diduga mendukung gerakan aliran Ahmadiyah, adanya nama aliansi yang menuntut kebebasan beragama dan berkeyakinan diduga menuntut juga kebebasan bergerak bagi aliran Ahmadiyah yang jelas-jelas sudah difatwa dilarang oleh MUI (Majelis Ulama Indonesia). Namun hingga saat ini, fatwa masih tinggal fatwa, yang biasanya fatwa MUI mengenai apapun bahasannya akan selalu direspon oleh pemerintah dengan penerbitan Surat Keputusan baik Menteri Agama atau bersama dengan Menteri terkait, fatwa mengenai larangan berkembangnya Ahmadiyah di Indonesia hingga saat ini belum berkembang menjadi Surat Keputusan. Hal ini jugalah yang selalu menyulut berbagai aksi kekerasan di tanah air. Pertanyaannya, apakah lambatnya respon pemerintah mengeluarkan surat keputusan mengenai tindak lanjut Ahmadiyah merupakan bagian dari skenario politis beberapa kalangan politisi dan birokrat?
Dari pihak AKKBB menyatakan bahwa aksi tersebut hanyalah aksi damai yang bertujuan untuk mengingatkan kembali bangsa Indonesia akan keberagaman nusantara dengan segala perbedaan suku, ras, bahasa, budaya, bahkan agama, yang dengan kesaktian Pancasila dalam diri bangsa Indonesia bisa membuat bangsa ini bersatu padu dalam satu tekad dan tujuan. Adanya aksi kekerasan yang dilakukan FPI sangat disesalkan oleh banyak pihak, karena ternyata pesan moral ini belum tersampaikan, aksi damai pun belum dimulai karena banyak peserta yang belum hadir, sound system juga baru distel, kebrutalan massa itupun terjadi tanpa ampun dan tanpa pandang bulu. Padahal, nyata-nyata yang hadir sebagian besar adalah ibu-ibu dan anak-anak, karena memang tujuan aksi AKKBB ini adalah aksi damai sekaligus gathering atau kumpul keluarga yang tepat di hari Minggu itu. Herannya waktu itu tampaknya petugas pengamanan dari polisi seperti kalah dan tidak sigap, tidak seperti jika menghadapi demonstrasi mahasiswa atau buruh yang jika ada pelaku yang diduga sebagai provokator langsung ditangkap di tempat dan digelandang ke markas. Kenapa ya? apakah ini juga bagian dari skenario politis?
Presiden pun gerah melihat aksi ini, belum selesai masalah BBM yang baru saja dinaikkan, kendala ekonomis juga masih membuat presiden pusing, sampai-sampai beliau menderita sakit flu karena stress. Presiden segera memberi instruksi langsung kepada Kapolri yang diteruskan kepada Kapolda Metro Jaya dan akhirnya mengeluarkan ultimatumnya agar anggota FPI yang merasa melakukan aksi kekerasan di Monas segera menyerahkan diri hingga batas waktu yang ditentukan, bila tidak, tindakan tegas polisi siap dilaksanakan. Hingga akhirnya tanggal 4 Juni 2008, beberapa anggota FPI menyerahkan diri, bahkan sang Ketua Umum FPI yang garang pun dibawa serta ke Mapolda Metro Jaya, setelah sehari sebelumnya sang Habib mengajukan gugatan balik atas aksi yang dilakukan AKKBB yang katanya tanpa surat izin itu. Yang jadi pertanyaan, mengapa penangkapan anggota yang jelas gampang bawanya saja sampai butuh waktu 3 hari? Berbeda halnya dengan sindikat kejahatan yang jelas mereka kabur setelah melakukan aksinya dan menjadi buron dan yang pasti memburunya pun butuh waktu lama. FPI juga bukan badan hukum yang tidak tercatat di Departemen Hukum dan HAM, yang berarti adalah Ormas dan tercatat di Departemen Dalam Negeri. Kenapa sampai harus diultimatum? kenapa tidak tahan di tempat? kenapa sampai mengerahkan ribuan polisi bersenjata lengkap untuk menyerbu markas FPI? sebegitu besarnyakah FPI, apa polisi takut pada FPI?
Kasus 1 Juni 2008 ini harusnya dijadikan pelajaran, bahwa ternyata bukan Pancasila-nya yang sakti, tetapi bangsa yang menjiwai Pancasila itulah yang bisa sakti dari berbagai macam godaan yang bisa mengancam keutuhan persatuan dan kesatuan bangsa. Akankah rakyat kita sudah menjiwai Pancasila? sementara di beberapa pelosok negeri masih berteriak kelaparan dan kesakitan, karena mereka tidak mampu membeli sesuap makanan untuk hidupnya, karena mereka tidak mampu berobat akibat pelayanan kesehatan yang katanya gratis tapi prosedurnya sulit. Akankah pemimpin kita juga sudah menjiwai Pancasila? sementara banyak orang yang kesulitan mencari nafkah buat keluarga, tetapi pemimpin kita malah mengisi perutnya dengan bara api, sejumlah kasus korupsi yang dilakukan oleh pemimpin yang seharusnya jadi panutan, harus dipertanyakan loyalitas ke-Pancasila-an-nya.
Sejumlah pertanyaan yang selalu menggelayut di pikiran ini memang akan selalu menghantui pemikiran orang yang awam akan politik. Sampai-sampai pertanyaan yang cukup mengganggu alam pikir kita, “apakah semua kejadian yang membuat suram negeri ini masih merupakan skenario politis para tokoh politis kita? lalu masih sakti-kah Pancasila untuk negeri ini?”.
kelihatannya hampir semua orang indonesia lupa akan pancasila sebagai dasar negara. Mungkin, pada waktu itu, 30 september G30SPKI yg terkenal, baru 15 tahun indonesia merdeka, baru 15 tahun umur pancasila, masih baru, segar, orang2 masih mengingat jelas proklamasi kemerdekaan RI yg membawa indonesia ke dunia baru.
Sekarang, sudah 63 tahun indonesia merdeka. Semua lupa akan arti pancasila. Pancasila menjadi cuman sederet kata2 yg cukup hanya di hafal, atau di kumandangkan pada waktu upacara tanpa dimengerti. Yang hafal saja sudah mendingan, beberapa orang bahkan sudah lupa 5 sila yang ada di pancasila. Tidak percaya? Tanya aja orang2 sekitar anda(salah satu fenomena unik era pembangunan indonesia saat ini, ahahahah).
1 oktober diperingati sebagai hari kesaktian pancasila dikarenakan kekuatan 1 sila pada pancasila, yakni sila pertama, yg dianggap berhasil menepis ancaman komunis yg bertentangan dengan sila “Ketuhanan yg maha Esa”.
Kalau engkau tanya apa pancasila masih atau “sedang” sakti atau tidak, faktanya adalah:
1. Sila ke 2 terancam, yakni “Kemanusiaan yg adil dan beradab”
2. Sila ke 3 terancam.
3. Sila ke 4 secara sistem mungkin masih terpenuhi dengan adanya DPR/MPR, walau mereka enggak 100% menyuarakan aspirasi yg diwakilkan, yakni rakyat.
4. Sila ke 5?? ehm, jujur aja 12 tahun sekolah, mungkin karena sangking bego nya gw, makna “keadilan sosial” aja gw gak pernah ngerti. So, gw gak tau nih sila terancam ato tidak.
Jawaban dari pertanyaan loe, bisa disimpulkan sendiri.
@abi, Makasih banget udah mampir dan ngasih tanggapan yang cukup menarik.
Memang sepertinya Pancasila yang selama ini dibangga-banggakan oleh bangsa Indonesia sedang benar-benar terancam ya…? Terancam akan hancur kan maksudnya? Soalnya terkadang, geli juga waktu ada orang yang diwawancarai di TV, “kamu hafal Pancasila ga? coba sebutkan?†yang ditanya ada yang bisa lancar nyebutin, ada juga yang kebalik-balik (masih mendinglah), tapi ada juga yang megang-megang kepala seperti lupa-lupa ingat… Nah, kalo udah begini gimana bisa ngerti dan bisa mengimplementasikan nilai-nilai pancasila di kehidupan sehari-hari ? Ya ga?
nyantai mas, saya seneng kok komentar2..hahahahhaa…
tp sebenernya hafal enggaknya pancasila itu enggak terlalu penting dalam mengimplemetasikan pancasila. Artinya, kita enggak harus tau sila ke-2 itu bunyinya “Kemanusiaan yg adil dan beradab” untuk menjadi manusia yang adil dan beradab. Yang penting itu menurut saya akal sehat, itu aja.
@abi, Saya setuju, karena sebenarnya ideologi yang benar-benar harus dipegang justru keyakinan agama kita, agama kita tentu tidak akan menyengsarakan kita kan? asal kita percaya dan mau menjalankan kaidah/ajaran agama kita dengan benar, saya kira otomatis Pancasila sudah terimplementasi, bahkan bisa jadi lebih sakti… Betul ga mas Abi?
waduh, jangan nyebut2 agama mas.
Kita lihat saja tuh FPI, bawa2 nama agama dan mencoreng habis agama tersebut. Islam merasa paling benar, Kristen pun merasa jalan mereka lah jalan satu2nya menuju Tuhan.
Menurut saya, akal sehat dan agama itu 2 hal yang berbeda.
Memang dua2nya ciptaan Tuhan, tapi menurut saya, akal sehat itu mendasari agama. Dengan kata lain, akal sehat harus ada sebelum agama. Kenapa? Karena kalau tidak, agama itu bisa disalah gunakan, bahkan perang aja bisa bawa2 agama.
Saya tidak mau berkomentar banyak tentang agama. Saya enggak mau terlibat perselisihan lain tentang agama.
Maaf ya, saya bukan orang religius. Tapi saya percaya bahwa Tuhan itu ada. Saya tentu saja berharap kalau anda benar, bahwa agama membawa perdamaian.(kok jadi menjalar ke soal agama ya? wakakakakak)
@abi, Trims tanggapannya, jangan berharap pada saya kalo agama bisa membawa perdamaian. Tapi berharaplah kepada Tuhan agar memberikan petunjuknya kepada hamba-Nya supaya kembali menjalankan agamanya masing-masing dengan benar sesuai tuntunan yang sudah digariskan oleh agama masing-masing. Jika sudah begitu, bisa dipastikan perdamaian dan ketentraman hati akan terwujud berkat manusia telah kembali pada agamanya. Percaya deh…!!!
Selama mas Nasir menginginkan perdamaian, dan cara mas Nasir menggapai perdamaian itu kurang lebih sama dengan cara Mahatma Gandhi, kita berdua di pihak yang sama.
@abi, OK…selama Mahatma Gandhi juga menjalankan agamanya dengan benar, dan pengikutnya juga belum melenceng dari ajarannya… Misi perdamaian pun akan segera terwujud. Amien.