Kesehatan Publik

Ini Penyebab Masih Tingginya Kasus COVID-19 di Indonesia

Loading

Memasuki tahun 2021, pandemi COVID-19 belum juga dinyatakan berakhir. Sudah hampir 1 tahun sejak COVID-19 (pada awalnya disebut 2019-nCOV) dinyatakan oleh WHO sebagai penyakit atau masalah kesehatan masyarakat yang meresahkan dunia, setelah penyakit ini dilaporkan di negara lain di luar negara asalnya, China. Hingga saat ini dilaporkan sudah ada 222 negara terjangkit COVID-19, termasuk Indonesia.

Berbagai upaya pencegahan dan penanggulangan dilakukan di berbagai negara, tidak terkecuali Indonesia. Mulai penerapan 3M (memakai masker, mencuci tangan, dan menjaga jarak), penerapan Pembatasan Sosial Berskala Besar (PSBB), Pembatasan Sosial Berskala Mikro (PSBM), hingga telah dimulai pelaksanaan vaksinasi COVID-19 pada tanggal 13 Januari 2021 lalu. Namun kasus COVID-19 tampaknya masih terus bertengger di atas angka 10.000 kasus per hari, diketahui hingga hari ini kasus tertinggi dicapai pada tanggal 16 Januari 2021, sebanyak 14.224 kasus.

Masih tingginya angka kasus COVID-19 harian di Indonesia ternyata ada hubungannya dengan Survei KAP (Knowledge, Attitude, Practice) COVID-19 yang dilakukan oleh Johns Hopkins Center for Communication Program (JHCCP) bekerja sama dengan Facebook, WHO, Massachusetts Institute of Technology (MIT), dan Global Outbreak Alert and Response Network (GOARN) di 67 negara, termasuk Indonesia, memberikan gambaran pengetahuan, sikap dan praktik masyarakat seputar COVID-19. Catatan hasil survey ini tertuang di dalam petunjuk teknis vaksinasi COVID-19 di Indonesia.

Survey dilakukan 2 kali pada Gelombang I (bulan Juli 2020) dan Gelombang II (bulan Oktober 2020), dilakukan di kawasan rural dan urban. Pada survey yang menilai perubahan perilaku, dinilai bagaimana gambaran perubahan perilaku terkait penerapan protokol kesehatan 3M di masyarakat. Disimpulkan bahwa secara umum terjadi lonjakan penurunan sebesar 1-6% untuk penerapan 3M baik di kawasan rural maupun urban. Walau terlihat ada kenaikan 1% pada pemakaian masker di kawasan urban. Selain itu, kelompok yang mematuhi protokol ini pun kebanyakan wanita dibandingkan pria. Dari total populasi yang dilakukan survey, pada Gelombang I dan II didapatkan angka 86% untuk kepatuhan memakai masker, untuk kepatuhan mencuci tangan terjadi penurunan populasi pada Gelombang I dan II dari 83% menjadi 81%, dan untuk kepatuhan menjaga jarak terjadi penurunan populasi pada Gelombang I dan II dari 72% menjadi 70%. Penurunan ini tentu membuat kita miris, ketika kita giat-giatnya berupaya menurunkan kasus dan mengendalikan pandemi ini.

Pada penilaian persepsi, yang menjadi awal pemikiran mengapa sampai terjadi penurunan jumlah populasi yang menerapkan perilaku 3M sehari-hari, dan mengapa populasi yang menerapkan protokol kesehatan itu tidak sampai 100%, ternyata populasi yang memahami apa itu COVID-19, apa gejala-gejalanya, dan mana saja yang berisiko terpapar itu hanya 29-49% saja. Sedangkan yang memahami dan meyakini COVID-19 ini berbahaya, mengancam lingkungan sekitarnya, yakin dirinya berisiko tertular, serta yakin mampu menghadapi COVID-19 jika tertular hanya sekitar 34-65%.

Adanya persepsi yang tidak sampai 70% itu ternyata disebabkan oleh asupan informasi yang rendah di masyarakat. Sumber informasi yang dapat dipercaya seharusnya berasal dari ilmuwan/pakar dan WHO atau Kementerian Kesehatan, juga dari tenaga kesehatan setempat dan media televisi yang secara rutin menyampaikan informasi yang akurat dan terpercaya. Namun masyarakat yang terpapar dari sumber informasi terpercaya ini 20-50% saja. Masyarakat lebih banyak terpapar informasi dari sumber informasi daring (online) sebanyak 79%, dimana sumber online ini seringkali sulit untuk dilakukan filter mana informasi yang benar dan mana informasi yang hoax/berita bohong. Bahkan informasi online ini lebih cepat tersebar melalui aplikasi-aplikasi pengirim pesan, yang seringkali sulit terbendung, terutama jika itu adalah berita yang tidak tepat informasinya.

Untuk itu, adanya penyebaran informasi dari para ahli melalui media online menjadi alternatif yang tepat untuk membantu mengarahkan masyarakat, agar masyarakat bisa mendapatkan informasi yang benar, akurat dan terpercaya dari sumber informasi yang tepat. Saat ini saya lihat para ahli yang berkompeten sudah mulai banyak yang membuat strategi-strategi penyebaran informasi melalui channel Youtube, Instagram, Facebook, dan media sosial lainnya yang banyak dijangkau oleh masyarakat.

Salah satu contoh, media informasi terkait COVID-19 dapat dipantau melalui 2 channel Youtube berikut ini:

Banyak informasi-informasi terkait COVID-19 di dalam Channel Master PIE tersebut. Silakan SUBSCRIBE agar segala informasi terbaru terkait COVID-19 maupun penyakit infeksi emerging lainnya, dapat diketahui secara berkala dan lebih awal.

Semoga informasi terkait COVID-19 diatas dapat menjadi salah satu sumber informasi yang tepat dan akurat bagi masyarakat, sehingga mengurangi populasi masyarakat yang tidak terinformasi dengan baik seputar COVID-19 ini.

Semoga bermanfaat.

loading...

dr. Nasir

Silahkan akses http://dokternasir.web.id/about

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *

*

CommentLuv badge

This site uses Akismet to reduce spam. Learn how your comment data is processed.

%d bloggers like this: